Menggali Kebijakan Penyiaran Digital Di Indonesia
DOI:
https://doi.org/10.31315/jik.v17i1.2332Keywords:
penyiaran digital, ekonomi politik, strukturasi, multipleksing, public sphereAbstract
Digitalisasi penyiaran merupakan sebuah keniscayaan yang membawa era baru penyiaran di Indonesia. Teknologi digital menjadi solusi tepat dalam mengatasi keterbatasan frekuensi pada penyiaran analog, tetapi sampai saat ini Indonesia belum merealisasikan penyiaran digital dikarenakan belum adanya payung hukum yang mengaturnya dan UU No.32/2002 tentang Penyiaran belum memuat aturan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gagasan kebijakan dan regulasi penyiaran digital yang seharusnya dibuat oleh pemerintah. Metode penelitian ini adalah studi dokumentasi atau pustaka dengan melihat data-data yang berasal dari beberapa regulasi tentang penyiaran digital di Indonesia dan beberapa artikel terkait. Hasil penelitian menunjukkan adanya proses saling pengaruh antara agen dan struktur dibalik pembuatan regulasi digitalisasi penyiaran yang digambarkan dengan tarik menarik kepentingan yang sangat kuat antara kepentingan publik, pemilik modal dan pemerintah. Pemilihan model multipleksing yang digunakan untuk penyiaran digital menjadi sebuah perdebatan sengit. Single multipleksing merupakan model yang paling tepat digunakan. Penguasaan frekuensi oleh pemerintah menciptakan ranah publik (public sphere) yang berisi keseimbangan antara kepentingan privat dan publik. Sehingga cita-cita penyiaran dengan diversity of ownership dan diversity of content dapat terwujud. Kontribusi penelitian ini berupa rekomendasi kebijakan kepada pihak digital agar regulasi penyiaran digital harus didasari keseimbangan antara kepentingan privat dan kepentingan publik.References
Ashrianto, Panji Dwi. (2015). Studi Kesiapan Lembaga Penyiaran Terhadap Penerapam Sistem Penyiaran Berteknologi Digital di Yogyakarta. Jurnal Ilmu Komunikasi, 13(2), 158-172.
Adnjani, Made Dwi dan Mubarok. (2018). Strategi Sosialisasi Migrasi Sistem Penyiaran Analog Ke Digital Di Jawa Tengah. Jurnal ASPIKOM, 3(4), 755-766.
Budiman, Ahmad. (2015). Model Pengelolaan Digitalisasi Penyiaran di Indonesia. Jurnal Politica, 6(2), 107-122.
Djamal, Hidajanto dan Fachuddin, Andi. (2011). Dasar-Dasar Penyiaran Sejarah Organisasi Operasional dan Regulasi. Jakarta: Kencana
Eadie, William F. (2009). 21st Century Communication: A reference handbook. London: Sage Publication, Inc.
Golding, Peter & Graham Murdock. (1991). “Culture, Communications and Political Economy”. James Curran and Michael Gurevitch (Eds.). Mass Media and Society. London: Edward Arnold: hal. 15-32
McQuail, Denis (2010). Mass Communication Theory. London: Sage
Mosco,Vincent. (2009). The Political Economy of Communication. 2nd ed. London: Sage Publications.
Peraturan Menteri. (2011). Peraturan Menteri (Permen) Kominfo No. 22 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Digitalisasi Penyiaran. Sekretariat Negara. Jakarta.
Peraturan Menteri. (2011). Peraturan Menteri (Permen) Kominfo No. 23 tahun 2011 tentang Rencana Induk (Masterplan) Frekuensi Radio.
Prabowo, Agung dan Arofah, Kurnia. (2017). Media Sosial Instagram Sebagai Sarana Sosialisasi Kebijakan Penyiaran Digital. Jurnal ASPIKOM, 3(2), 256-269.
Prabowo, Agung. (2012). Era Penyiaran Digital: Pengembangan atau Pemberangusan TV Lokal dan TV Komunitas?. Jurnal Komunikasi, 1(4), 301-314.
Republik Indonesia. (2002). Undang Undang No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Lembaran Negara RI Tahun 2002. Sekretariat Negara. Jakarta.
Sitepu, Mehulika. (2018). Menjamurnya situs berita: Bagaimana Agar Media Digital Dapat Bertahan?http://www.bbc.com/indonesia/majalah-42659511
Sudibyo, Agus. (2004). Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LKiS
Wasko, Janet. (2004). “The Political Economy of Communications”. Dalam John D.H.Downing, Denis McQuail, Philip Schlesinger, & Ellen Wartella (Eds.), The Sage Handbook of Media Studies. Thousand Oaks: Sage Publications: hal. 309-330
Downloads
Published
Issue
Section
License
Authors who publish articles in this journal agree to the following terms:
- Copyright remains with the author and gives rights to the Jurnal Ilmu Komunikasi as the priority to publish the article with an Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional License, which allows the article to be shared with acknowledgment of the author of the article and this journal as the place of publication.
- Authors can distribute the publication of their articles on a non-exclusive basis (for example: on university repositories or books) with notification or acknowledgment of publication in the journal Option
- Authors are allowed to post their work online (for example: on personal websites or in university repositories) before and after the submission process (see The Effect of Open Access)
Jurnal Ilmu Komunikasi is licensed under a Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional License.